Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2017

Hukum Wanita Haid Masuk Masjid

Gambar
Larangan bagi wanita yang sedang haidh untuk masuk ke dalam masjid merupakan pendapat jumhur ulama. Jumhur ulama empat mazhab, Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah, sepakat bahwa wanita yang sedang mendapatkan darah haidh diharamkan masuk ke dalam masjid. Dan alasan atas larangan ini sebenarnya bukan lantaran takut darah itu mengotori masjid. Juga bukan karena wanita yang sedang haidh itu tidak suci. Namun larangan itu semata-mata karena status wanita yang sedang haidh itu dalam keadaan janabah atau berhadats besar. Ketidak-suciannya dalam hal ini bukan karena najisnya, tetapi karena hadatsnya.

Lima Perkara Yang Harus Dipegang Erat-Erat

Gambar
Sayidina Ali bin Abi Thalib ra berkata, "Kupesankan kepada kalian lima hal. Betapapun kalian 'mencambuki punggung unta-unta' untuk mencapainya, hal yang demikian itu sudah sepatutnya: 1. Jangan sekali-kali kalian menujukan harapan selain kepada Tuhan kalian, Allah SWT. 2. Janganlah kalian merasa takut akan sesuatu selain dosa-dosa kalian sendiri.

Makna Hadits "Semua Bid'ah Adalah Sesat" (Bagian Pertama)

Gambar
Sebagian orang ada yang mengatakan kalau memang bid’ah itu terbagi dua: bid’ah hasanah dan bid’ah dhalalah , lalu bagaimana dengan hadits Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam yang secara tegas mengatakan bahwa semua bid’ah adalah sesat. Bukankah pembagian bid’ah semacam itu bertentangan dengan sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam tersebut? Sebelum uraian perihal makna hadits “Semua bid’ah adalah sesat” disampaikan, sebaiknya kita simak terlebih dahulu bunyi hadits tersebut. عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍِ، اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اَلاَ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ شَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍِ بِدْعَةٌُ وَكُلُّ بِدْعَةٍِ ضَلاَلَةٌُ

Pengertian ASWAJA

Gambar
Dalam istilah masyarakat Indonesia, Aswaja adalah singkatan dari Ahlussunnah Wal-Jama'ah. Ada tiga kata yang membentuk kata tersebut: 1. Ahl, berarti keluarga, golongan atau pengikut. 2. Al-Sunnah, yaitu segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW, maksudnya, semua yang datang dari Nabi SAW berupa perbuatan, ucapan dan pengakuan Nabi SAW. ( Fath al-Bari, juz XII, hal. 245) 3. Al-Jama'ah, yaitu apa yang telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah SAW pada masa Khulafaur Rasyidin (Khalifah Abu Bakar ra, Umar bin al-Khaththab ra, Utsman bin Affan ra, dan Ali bin Abi Thalib ra). Kata al-Jama'ah ini diambil dari sabda Rasulullah SAW:

Pentingnya Mempelajari Ilmu Tauhid

Gambar
Pengertian Ilmu Tauhid Ilmu Tauhid adalah: عِلْمُ التَّوْحِيْدِ عِلْمُ يُقْتَدَرُ بِهِ عَلَى اِثْبَاتِ الْعَقَائِدِ الدِّيْنِيَّةِ مِنْ أَدِلَّتِهَا الْيَقِيْنِيَّةِ (تحفة المريد : ٣٨) Suatu ilmu yang karenanya ada kemampuan untuk mengokohkan 'aqidah-'aqidah agama dengan dalil-dalilnya yang pasti. (Al-Bajuri, Tuhfatul Murid, hlm. 38)

Hari Esok Lebih Baik dari Hari Ini

Gambar
Raja’ bin Hayat (seorang menteri Umar bin Abdul Aziz yang ikhlas) bercerita, “Saya pernah bersama Umar bin Abdul Aziz ketika beliau menjadi penguasa Madinah. Beliau mengutus saya untuk membelikan pakaian untuknya. Lantas saya membelikan pakaian untuknya seharga lima ratus dirham. Ketika beliau melihatnya, lantas beliau berkomentar, ‘Ini bagus, tapi sayang harganya murah.’ Dan ketika beliau telah menjadi khalifah, beliau pernah mengutusku untuk membelikan pakaian untuknya. Lalu saya membelikan pakaian untuknya seharga lima dirham. Ketika beliau melihat pakaian tersebut, beliau berkomentar. ‘Ini bagus, hanya saja mahal harganya.”

Makanan Thayyibah dan Terlarang (Bagian Pertama)

Gambar
Surat Al-Baqarah [2] ayat 172-173:   يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ (١٧٢) إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيْرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ (١٧٣) a. Makna Mufradat (Kosakata) طَيِّبَاتِ : Kata thayyibaat merupakan jamak dari thayyibah. Kata dasarnya adalah thaaba, yang secara harfiah diartikan kepada "baik". Al-Isfihani mengatakan, "Pada dasarnya kata thayyib bermakna sesuatu yang dirasakan lezat oleh indra dan jiwa." Akan tetapi, makanan yang baik (ath-tha'am ath-thayyib) menurut syara' berarti sesuatu yang boleh dimakan, baik dari zat, ukuran, maupun tempat. (Lihat: Ar-Raghib Al-Isfihani, Al-Mufradaat fii Ghariib Al-Qur'an, [Beirut: Dar Al-Ma'rifah, 2001], halaman 314).

Hukum Yasinan Tiap Malam Jumat

Gambar
Sebagian orang secara tergesa-gesa mengatakan bid’ah melakukan amalan berupa pembacaan surat Yasin tiap malam Jumat, yang sering diistilahkan di tengah masyarakat dengan yasinan. Benarkah tuduhan yang demikian itu? Jawabnya, tentu saja hal itu tidak benar. Vonis seperti itu sama sekali tidak memiliki dasar yang bisa dipertanggungjawabkan secara syar’i. Untuk mengetahui apa hukum yasinan tiap malam Jumat, simaklah uraian berikut ini.

Tradisi Ngapati (Ngupati)

Gambar
Tradisi ngapati (ngupati) yang biasanya dilaksanakan pada bulan keempat dari kehamilan seseorang pada hakikatnya adalah acara berdoa yang dilaksanakan secara bersama-sama untuk memohonkan kepada Allah agar kelak anak yang akan dilahirkan menjadi manusia yang utuh, sempurna, sehat, memperoleh anugerah rezki yang berkah dan luas, berumur panjang penuh dengan nilai-nilai ibadah, dan memperoleh keberuntungan hidup di dunia dan di akhirat. Dan di dalamnya juga terdapat unsur sedekah. Namun sayang, amalan yang baik ini disalahpahami oleh sebagian orang sehingga tanpa sungkan mereka memvonisnya sebagai perbuatan bid’ah yang akan menjerumuskan pelakunya ke dalam neraka.

Surat Untuk Abdullah bin Umar bin Khaththab ra

Gambar
Diberitakan bahwa Sayidina Umar bin Khaththab ra pernah menulis surat kepada putra terkasihnya, Abdullah bin Umar bin Khaththab ra, saat ia tidak sedang berada di sisinya. Dalam surat tersebut Sayidina Umar ra menulis: “Amma ba’du…, sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, maka Allah akan menjaganya. Barangsiapa yang bertawakkal kepada-Nya, maka Allah akan mencukupinya. Barangsiapa yang bersyukur pada-Nya, maka Allah akan menambah apa yang telah diberikan-Nya. Dan barangsiapa yang meminjamkan kepada-Nya, maka Allah akan membalasnya.

Jagalah Nikmat Yang Diberikan Padamu

Gambar
Telah sampai kepada kita berita tentang sepucuk surat yang pernah ditulis oleh Sayidina Umar bin Khaththab ra kepada ‘Utbah bin Ghazwan ra, salah seorang gubernurnya yang memerintah di Bashrah. Pada surat itu Umar ra menuliskan: “Amma ba’du…, sekarang engkau telah menjadi seorang pemimpin. Jika engkau mengatakan sesuatu, maka akan didengarkan; dan jika engkau memerintahkan sesuatu, pasti akan dilaksanakan.

Berhati-hatilah

Gambar
Diriwayatkan bahwa dalam khutbahnya yang lain, Sayidina Abu Bakar Ash-Shiddiq ra pernah berkata: “Demi Allah, aku bukanlah orang terbaik di antara kalian. Aku dalam posisi dan keadaan terpaksa. Aku ingin di antara kalian ada yang mampu menggantikan posisiku ini. Apakah kalian mengira aku akan melaksanakan sunnah Rasulullah Saw secara penuh? Tidak, aku tidak mampu melaksanakan semuanya. Sesungguhnya Rasulullah Saw dijaga dengan wahyu, dan malaikat bersama beliau. Sementara setan bersamaku, yang selalu menggodaku. Jika aku marah maka menjauhlah dariku, agar aku tidak menzalimi rambut dan kulit kalian. Perhatikanlah ucapanku ini!” Tegukan Hikmah Nas i hat ini termaktub dalam Kitab Kanzul Ummal pada hadits nomor 14118.

Hisablah Diri Kalian

Gambar
Diriwayatkan bahwa dalam salah satu khutbahnya, Sayidina Abu Bakar Ash-Shiddiq ra pernah berpesan: “Hisablah diri kalian sebelum tiba waktu penghisaban kalian. Sungguh, tidaklah suatu kaum itu meninggalkan jihad fi sabilillah, kecuali Allah akan menimpakan kefakiran pada mereka. Dan tidaklah perbuatan zina itu merebak dalam suatu kaum, kecuali Allah akan menimpakan siksa-Nya pada mereka.” Tegukan Hikmah Nasihat ini termaktub dalam Kitab Kanzul Ummal pada hadits nomor 14114.

Dalil-Dalil Majelis Dzikir (Bagian Terakhir)

Gambar
Dalil keempat, hadits dari Abu Hurairah dan Abu Said al-Khudri ra: عَنْ أَبِي هُريْرةَ وَعَنْ أَبِي سَعِيْدٍ رَضِيَ اللهُ عنْهُمَا قَالاَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ إِلاَّ حَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ Artinya: “Dari Abu Hurairah dan dari Abu Said al-Khudri ra berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah berkumpul suatu kaum sambil berdzikir kepada Allah, melainkan mereka akan diliputi oleh para malaikat, dan Allah akan memberikan rahmat-Nya kepada mereka, memberikan ketenangan hati dan memujinya di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya.” (HR Imam Muslim).

Dalil-Dalil Majelis Dzikir (Bagian Pertama)

Gambar
Ada sekelompok orang yang berkata bahwa majelis dzikir itu bid’ah dan haram untuk dilakukan. Menurut mereka tidak ada hadits yang menjelaskan tentang dzikir yang dilakukan secara berjamaah. Masih menurut mereka, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berdzikir secara berjamaah, demikian pula dengan para shahabat dan salaf ash-shalih. Mereka semua mengingkari adanya dzikir secara berjamaah. Dalam sebuah buku yang mereka tulis untuk menyebarluaskan paham bahwa dzikir berjamaah itu bid’ah, dituliskan sebagai berikut: “Tak pernah diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau dari para shahabatnya yang mulia bahwa mereka pernah melakukan dzikir secara berjamaah. Bahkan para ulama salaf ash-shalih pun tidak pernah melakukannya. Sebaliknya, mereka mengingkarinya. Bid’ah dzikir berjamaah ini hanya berkembang dengan dukungan dari pihak penguasa, yakni pada masa kekuasaan Khalifah al-Makmun bin Harun ar-Rasyid. Dialah orang yang memerintahkan untuk melakukan perbu...

Pengertian Bid'ah Menurut Syara' (Bagian Terakhir)

Gambar
d. Al-Imam al-Suyuthi rahimahullah Beliau adalah seorang ulama besar di lingkungan mazhab Syafi’i yang telah menulis banyak kitab dalam berbagai disiplin ilmu. Di antara kitab karyanya adalah Tanwir al-Halik Syarah Muwatha’ Malik, Syarah Sunan Nasa’i, dan penulis dari separuh isi kitab Tafsir Jalalain. Tentang bid’ah beliau berkata: أَصْلُ الْبِدْعَةِ مَا أُحْدِثَ عَلَى غَيْرِ مِثَالٍِ سَابِقٍ، وَتُطْلَقُ فِى الشَّرْعِ عَلَى مَا يُقَابِلُ السُّنَّةَ أَيْ مَالَمْ يَكُنْ فِيْ عَهْدِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ تَنْقَسِمُ إِلَى اْلأَحْكَامِ الْخَمْسَةِ Artinya: “Maksud asal dari kata ‘bid’ah’ adalah sesuatu yang baru diadakan tanpa adanya contoh yang mendahuluinya. Dalam istilah syari’at, bid’ah adalah lawan dari sunnah, yaitu sesuatu yang belum ada pada masa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam . Kemudian hukum bid’ah terbagi ke dalam hukum yang lima.” [1]

Pengertian Bid'ah Menurut Syara' (Bagian Kedua)

Gambar
c. Al-Imam al-Syafi’i rahimahullah Beliau adalah seorang mujtahid mutlaq sekaligus pendiri mazhab Syafi’i, yang diikuti oleh mayoritas kaum Ahlussunnah wal-Jama’ah. Beliau berkata tentang bid’ah: اَلْمُحْدَثَاتُ ضَرْبَانِ: مَا اُحْدِثَ يُخَالِفُ كِتَابًا اَوْ سُنَّةً اَوْ اِجْمَاعًا فَهُوَ بِدْعَةُ الضَّلاَلَةِ   وَمَا اُحْدِثَ فِي الْخَيْرِ لاَ يُخَالِفُ شَيْئًَا مِنْ ذَلِكَ فَهُوَ مُحْدَثَةٌُ غَيْرُ مَذْمُوْمَةٍِ Artinya: “Perkara yang baru terbagi menjadi dua bagian. Pertama sesuatu yang menyalahi al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ atau Atsar (apa yang dilakukan atau dikatakan sahabat tanpa ada di antara mereka yang mengingkari), inilah bid’ah yang sesat. Kedua perkara yang baru yang baik dan tidak menyalahi al-Qur’an, Sunnah, maupun Ijma’, inilah sesuatu yang baru yang tidak tercela.” [1] Dalam riwayat lain, yakni yang berasal dari al-Imam Abu Nu’aim rahimahullah , juga disebutkan bahwa al-Imam al-Syafi’i rahimahullah berkata:

Pengertian Bid'ah Menurut Syara' (Bagian Pertama)

Gambar
Lalu, bagaiamana pengertian bid’ah menurut syara’? Sebelum pembahasan ini bergerak lebih jauh sampai ke sana, perlu dipahami terlebih dahulu bahwa pengertian bid’ah menurut syari’at Islam tidaklah disebutkan baik di dalam al-Qur’an maupun al-Hadits. Hal ini lumrah saja karena al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam tidaklah ditujukan untuk membuat pengertian/definisi atau ta’rif dari berbagai hal. Yang membuat pengertian bid’ah adalah para ulama setelah memperhatikan al-Qur’an, al-Hadits, Atsar para sahabat, dan lain-lain. Itulah sebabnya nanti kita akan temukan beragam pengertian bid’ah dari para ulama. Secara umum dan sederhana bisa dikatakan bahwa bid’ah menurut syara’ adalah sesuatu yang baru dalam urusan agama yang tidak pernah ada pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam . Namun untuk lebih jelasnya perihal ini mari kita simak penjelasan para ulama tentang bid’ah:

Arti Bid'ah Secara Bahasa

Gambar
Belakangan ini begitu gencar tudingan bid’ah kepada seseorang atau kelompok tertentu, terutama yang dilancarkan oleh kalangan Salafi-Wahabi. Mereka selalu memandang sebagai bid’ah hal-hal yang tidak pernah ada di zaman Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan menuduh orang-orang yang melakukannya sebagai pelaku bid’ah yang kelak akan menjadi penghuni neraka. Sayangnya pandangan mereka tentang bid’ah menyelisihi pandangan para ulama yang menjadi panutan mayoritas kaum Muslimin. Tudingan-tudingan bid’ah yang mereka lancarkan benar-benar menjadi fitnah di tengah umat ini, yang tak jarang menyulut perpecahan di antara sesama umat Islam. Lalu, apa sebenarnya bid’ah itu? Berikut adalah penjelasannya. 

Tahlilan Hakikatnya adalah Majelis Dzikir

Gambar
Tahlilan sebagaimana yang dipahami secara umum oleh masyarakat saat ini pada hakikatnya adalah aktivitas berdzikir bersama yang dilakukan oleh sekelompok orang. Sejumlah orang berkumpul, lalu membaca sejumlah kalimat dzikir kepada Allah yang satu di antaranya adalah kalimat tahlil, laa ilaaha illallaah. Tahlilan pada dasarnya adalah majelis dzikir. Di dalam sebuah majelis dzikir ada banyak kalimat dzikir yang bisa dilantunkan. Sekelompok orang bisa secara bersama-sama membaca tasbih, takbir, tahmid, istighfar, tahlil dan kalimat-kalimat lainnya yang mengingatkan mereka kepada Allah subhanahu wa ta’ala . Amaliah semacam itu adalah sunnah, bukan bid’ah. Perhatikanlah orang-orang yang sedang mengadakan tahlilan. Apakah ada di dalamnya mereka melantunkan bacaan-bacaan yang dilarang oleh syari’at? Sama sekali tidak. Di dalam tahlilan yang dibaca adalah ayat-ayat al-Qur’an, tasbih, tahmid, takbir, tahlil, shalawat dan doa-doa lainnya kepada Allah subhanahu wa ta’ala . Semua yang d...

Pengertian dan Asal Mula Kata "Tahlilan"

Gambar
Dewasa ini sebagian orang ada yang merasa alergi ketika mendengar kata tahlilan. Setiap kata itu disebut di depannya, maka yang hadir di benaknya adalah bahwa itu perbuatan bid’ah yang haram untuk dilakukan. Ketika diminta untuk menyampaikan dalil pengharamannya, maka ia akan menjawab, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukannya dan tahlilan merupakan ajaran agama Hindu yang diadopsi dan dimasukkan ke dalam Islam. Benarkah pendapat yang demikian itu? Untuk menjawabnya, mari kita simak uraian demi uraian dalam buku ini dan semoga Allah subhanahu wa ta’ala menjernihkan hati kita sehingga kita bisa memahaminya dengan baik.  Kalau kita membuka kamus-kamus bahasa Arab, misalnya al-Mu’jam al-Wasith, al-Munawwir dan sebagainya, akan kita temukan bahwa tahlilan itu berasal dari kata dalam bahasa Arab, yakni: هَلَّلَ - يُهَلِّلُ - تَهْلِيلاًَ - أَيْ قَالَ: لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ yang artinya membaca kalimat tauhid laa ilaaha illallaah. Kalimat tauhid adalah...