Dalil-Dalil Majelis Dzikir (Bagian Pertama)


Ada sekelompok orang yang berkata bahwa majelis dzikir itu bid’ah dan haram untuk dilakukan. Menurut mereka tidak ada hadits yang menjelaskan tentang dzikir yang dilakukan secara berjamaah. Masih menurut mereka, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berdzikir secara berjamaah, demikian pula dengan para shahabat dan salaf ash-shalih. Mereka semua mengingkari adanya dzikir secara berjamaah. Dalam sebuah buku yang mereka tulis untuk menyebarluaskan paham bahwa dzikir berjamaah itu bid’ah, dituliskan sebagai berikut:

“Tak pernah diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau dari para shahabatnya yang mulia bahwa mereka pernah melakukan dzikir secara berjamaah. Bahkan para ulama salaf ash-shalih pun tidak pernah melakukannya. Sebaliknya, mereka mengingkarinya. Bid’ah dzikir berjamaah ini hanya berkembang dengan dukungan dari pihak penguasa, yakni pada masa kekuasaan Khalifah al-Makmun bin Harun ar-Rasyid. Dialah orang yang memerintahkan untuk melakukan perbuatan bid’ah ini. Sejak saat itu, kaum Muslimin terbiasa melakukannya dan cenderung berkembang luas hingga seakan-akan berubah menjadi sebuah kewajiban.” (Adz-Dzikru al-Jama’i baina al-Ittiba’ wa al-Ibtida’, halaman 110).


Tentu saja anggapan yang demikian itu keliru. Mengapa? Karena berdzikir kepada Allah senantiasa dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat, baik secara sendiri-sendiri maupun berjamaah. Kalaupun kemudian saat ini kita temukan cara dan bentuk pelaksanaan berdzikir yang agak berbeda dengan yang dilakukan pada masa Nabi, itu tidaklah masalah, karena dzikir umum tidak termasuk ibadah khusus yang telah ditentukan secara baku waktu, cara, bilangan dan bacaannya.

Di sisi lain, bagaimana mungkin ada orang yang berpendapat bahwa berdzikir secara berjamaah pertama kali diadakan oleh Khalifah al-Makmun, padahal berdzikir kepada Allah telah diperintahkan di dalam al-Qur’an dan Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik yang dilakukan sendiri-sendiri maupun berjamaah. Tentu saja pendapat yang demikian itu harus ditolak karena jelas-jelas bertentangan dengan dalil-dalil yang ada.

Simaklah sejumlah dalil berikut ini dan Anda akan semakin yakin bahwa paham yang membid’ahkan majelis dzikir atau dzikir berjamaah adalah paham yang keliru dan bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah.

Dalil pertama, firman Allah subhanahu wa ta’ala:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (QS. al-Ahzab [33]: 41-42).

Perhatikanlah ayat di atas. Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada setiap orang yang beriman untuk berdzikir kepada Allah sebanyak-banyaknya. Ayat ini tidak menegaskan apakah dzikir itu dilakukan sendiri-sendiri ataupun berjamaah, bahkan jumlahnya pun tidak ditetapkan oleh-Nya. Artinya, kita boleh memilih apakah dzikir itu kita lakukan sendiri atau bersama-sama dengan orang-orang beriman lainnya.

Kita juga diberi Allah kebebasan untuk menentukan berapa jumlah ucapan dzikir yang ingin kita lantunkan: 3 kali, 33 kali, 100 kali, 1000 kali atau berapa pun yang mampu kita lakukan. Lalu, bagaimana mungkin ada orang yang mengatakan bahwa dzikir yang diperbolehkan itu hanya jika dilakukan sendiri-sendiri, sedangkan dzikir yang dilaksanakan secara berjamaah itu bid’ah. Tentu saja pandangan seperti itu bertentangan dengan ayat di atas.

Dalil kedua, firman Allah subhanahu wa ta’ala:

Artinya: “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS. al-Kahfi [18]: 28).

Imam ath-Thabari ketika menafsirkan ayat ini berkata, “Tenangkanlah dirimu wahai Muhammad bersama shahabat-shahabatmu yang duduk berdzikir dan berdoa kepada Allah di pagi hari dan sore hari. Mereka dengan bertasbih, tahmid, tahlil, doa dan amal shalih serta shalat wajib dan amal lainnya, yang mereka itu hanya mengharapkan ridha Allah subhanahu wa ta’ala, dan bukan menginginkan keduniawian.”[1]

Sedangkan Imam Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini berkata, “Yakni duduklah kamu bersama orang-orang yang mengingat Allah seraya mengagungkan, memuji, menyucikan dan membesarkan serta memohon kepada-Nya di setiap pagi dan petang hari dari kalangan hamba-hamba-Nya, baik mereka itu orang-orang fakir ataupun orang-orang kaya, orang-orang kuat atupun orang-orang lemah.”[2]

Ayat ini jelas menerangkan kepada kita tentang perintah Allah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar menenangkan dirinya untuk duduk berdzikir bersama dengan para shahabat radhiyallahu ‘anhum, sebagaimana yang dijelaskan oleh dua orang mufassir besar di atas.

Dalil ketiga, hadits dari Abu Hurairah ra:

‏‏‏عَنْ ‏ ‏أَبِي هُرَيْرَةَ ‏قَالَ ‏قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ‏صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏إِنَّ لِلَّهِ مَلاَئِكَةً يَطُوْفُوْنَ فِي الطُّرُقِ يَلْتَمِسُوْنَ أَهْلَ الذِّكْرِ فَإِذَا وَجَدُوْا قَوْمًا يَذْكُرُونَ اللهَ تَنَادَوْا هَلُمُّوْا إِلَى حَاجَتِكُمْ قَالَ فَيَحُفُّوْنَهُمْ بِأَجْنِحَتِهِمْ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا قَالَ فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ مِنْهُمْ مَا يَقُوْلُ عِبَادِيْ قَالُوْا يَقُوْلُوْنَ يُسَبِّحُوْنَكَ وَيُكَبِّرُوْنَكَ وَيَحْمَدُوْنَكَ وَيُمَجِّدُوْنَكَ قَالَ فَيَقُوْلُ هَلْ رَأَوْنِيْ قَالَ فَيَقُوْلُوْنَ لاَ وَاللهِ مَا رَأَوْكَ قَالَ فَيَقُوْلُ وَكَيْفَ لَوْ رَأَوْنِيْ قَالَ يَقُوْلُوْنَ لَوْ رَأَوْكَ كَانُوْا أَشَدَّ لَكَ عِبَادَةً وَأَشَدَّ لَكَ تَمْجِيْدًا وَتَحْمِيْدًا وَأَكْثَرَ لَكَ تَسْبِيْحًا قَالَ يَقُوْلُ فَمَا يَسْأَلُوْنِيْ قَالَ يَسْأَلُوْنَكَ الْجَنَّةَ قَالَ يَقُوْلُ وَهَلْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُوْلُوْنَ لاَ وَاللهِ يَا رَبِّ مَا رَأَوْهَا قَالَ يَقُوْلُ فَكَيْفَ لَوْ أَنَّهُمْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُوْلُوْنَ لَوْ أَنَّهُمْ رَأَوْهَا كَانُوْا أَشَدَّ عَلَيْهَا حِرْصًا وَأَشَدَّ لَهَا طَلَبًا وَأَعْظَمَ فِيْهَا رَغْبَةً قَالَ فَمِمَّ يَتَعَوَّذُوْنَ قَالَ يَقُوْلُوْنَ مِنَ النَّارِ قَالَ يَقُوْلُ وَهَلْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُوْلُوْنَ لاَ وَاللهِ يَا رَبِّ مَا رَأَوْهَا قَالَ يَقُوْلُ فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُوْلُوْنَ لَوْ رَأَوْهَا كَانُوْا أَشَدَّ مِنْهَا فِرَارًا وَأَشَدَّ لَهَا مَخَافَةً قَالَ فَيَقُوْلُ فَأُشْهِدُكُمْ أَنِّيْ قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ قَالَ يَقُوْلُ مَلَكٌ مِنَ الْمَلاَئِكَةِ فِيْهِمْ فُلاَنٌ لَيْسَ مِنْهُمْ إِنَّمَا جَاءَ لِحَاجَةٍ قَالَ هُمُ الْجُلَسَاءُ لاَ يَشْقَى بِهِمْ جَلِيْسُهُمْ ‏

Artinya: “Dari Hurairah ra berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki banyak malaikat yang selalu mengadakan perjalanan, mereka senantiasa mencari orang-orang yang berdzikir. Apabila mereka mendapati suatu kaum sedang berdzikir kepada Allah, maka mereka akan saling berseru, “Mintalah hajat kalian.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan, “Lalu para malaikat itu mengelilingi dengan sayap-sayap mereka hingga memenuhi jarak antara mereka dengan langit dunia.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan, “Lalu Tuhan mereka menanyakan kepada mereka, padahal Dia lebih mengetahui daripada mereka, “Apa yang dikatakan oleh hamba-hamba-Ku?” Para malaikat itu menjawab, “Mereka menyucikan, membesarkan, memuji dan mengagungkan-Mu.” Allah bertanya lagi, “Apakah mereka pernah melihat-Ku?” Para malaikat itu menjawab, “Demi Allah, mereka tidak pernah melihat-Mu?” Allah bertanya lagi, “Bagaimana seandainya mereka pernah melihat-Ku?” Para malaikat itu menjawab, “Seandainya mereka pernah melihat-Mu, tentu mereka akan lebih bersungguh-sungguh beribadah, mengagungkan dan semakin banyak menyucikan-Mu.” Allah bertanya lagi, “Apa yang mereka minta pada-Ku?” Para malaikat itu menjawab, “Mereka memohon surga-Mu.” Allah bertanya lagi, “Apakah mereka sudah pernah melihat surga-Ku?” Para malaikat menjawab, “Belum wahai Tuhan kami.” Allah bertanya lagi, “Bagaimana jika mereka telah melihat surga-Ku?” Para malaikat itu menjawab, “Tentu mereka akan lebih bersungguh-sungguh memohon dan menginginkannya.” Allah bertanya lagi, “Dari apakah mereka memohon perlindungan-Ku?” Para malaikat itu menjawab, “Dari neraka-Mu.” Allah bertanya lagi, “Apakah mereka sudah pernah melihat neraka-Ku?” Para malaikat itu menjawab, “Demi Allah mereka belum pernah melihat neraka-Mu.” Allah bertanya lagi, “Bagaimana seandainya mereka pernah melihat neraka-Ku?” Para malaikat itu menjawab, “Tentu mereka akan semakin lari dan takut pada neraka itu.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan, “Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Saksikanlah oleh kalian, bahwa Aku sudah mengampuni mereka.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan lagi, “Lalu sebagian dari malaikat itu ada yang berkata, “Wahai Tuhan kami, di antara mereka terdapat si Fulan, ia bukanlah termasuk orang-orang yang berdzikir, hanya saja ia kebetulan datang karena ada kepentingan (duduk bersama mereka).” Lalu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Mereka adalah kaum yang tidak akan sengsara karena orang itu ikut duduk bersama mereka.” (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Ketika mengomentari hadits ini, al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani berkata:

وَفِي الْحَدِيْثِ فَضْلُ مَجَالِسِ الذِّكْرِ وَالذَّاكِرِيْنَ وَفَضْلُ اْلاِجْتِمَاعِ عَلَى ذَلِكَ وَاَنَّ جَلِيْسَهُمْ يَنْدَرِجُ مَعَهُمْ فِيْ جَمِيْعِ مَا يَتَفَضَّلُ اللهُ تَعَالَى بِهِ عَلَيْهِمْ اِكْرَامًا لَهُمْ وَلَوْ لَمْ يُشَارِكْهُمْ فِيْ أَصْلِ الذِّكْرِ

Artinya: “Hadits tersebut mengandung keutamaan majelis-majelis dzikir, orang-orang yang berdzikir dan keutamaan berkumpul untuk berdzikir, orang yang duduk, akan masuk dalam golongan mereka dalam semua apa yang dianugerahkan Allah Ta’ala kepada mereka, karena memuliakan mereka, meskipun ia tidak mengikuti mereka dalam berdzikir.” (Fath al-Bari, Juz 11, halaman 213).

Perhatikanlah hadits di atas dan penjelasan yang disampaikan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar tentang makna yang terkandung di dalamnya. Bukankah dengan hadits itu sudah cukup jelas bagi kita bahwa majelis dzikir atau dzikir berjamaah itu memiliki landasan syar’i? Di dalam hadits tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan kepada kita bahwa para malaikat hadir di tengah-tengah kelompok orang yang melakukan dzikir secara berjamaah. Bahkan ketika para malaikat itu kembali menghadap Allah, mereka menceritakan kepada Allah bahwa sekelompok orang yang mereka temui itu sedang bersama-sama membaca tasbih, takbir, tahmid dan tamjid.

Jika semua orang yang hadir di majelis tersebut berdzikir dengan menyebut bacaan yang sama, memohon agar mendapatkan surga dan bersama-sama memohon perlindungan kepada Allah dari siksa neraka; bukankah itu namanya majelis dzikir? Karena mereka melakukannya secara bersama-sama, bukankah itu namanya dzikir bersama atau berjamaah? Lalu, di mana letak kebenaran ungkapan sekelompok orang yang mengatakan bahwa dzikir berjamaah itu bid’ah?
 
Semoga Allah menjernihkan hati mereka sehingga melihat hakikat kebenaran syari’at dzikir berjamaah.

Lanjut ke bagian terakhir

[1] Lihat: Tafsir ath-Thabari: القول في تأويل قوله تعالى : { واصبر نفسك مع الذين يدعون ربهم بالغداة والعشي يريدون وجهه } يقول تعالى ذكره لنبيه محمد صلى الله عليه وسلم : { واصبر } يا محمد { نفسك مع } أصحابك { الذين يدعون ربهم بالغداة والعشي } بذكرهم إياه بالتسبيح والتحميد والتهليل والدعاء والأعمال الصالحة من الصلوات المفروضة وغيرها { يريدون } بفعلهم ذلك { وجهه } لا يريدون عرضا من عرض الدنيا
[2] Lihat: Tafsir Ibnu Katsir: وقوله " واصبر نفسك مع الذين يدعون ربهم بالغداة والعشي يريدون وجهه " أي اجلس مع الذين يذكرون الله ويهللونه ويحمدونه ويسبحونه ويكبرونه ويسألونه بكرة وعشيا من عباد الله سواء كانوا فقراء أو أغنياء أو أقوياء أو ضعفاء

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memberi Makan untuk Orang yang Takziyah

Tradisi Ngapati (Ngupati)

Bacaan Basmalah: Antara Jahr dan Sirr