Qadha' Shalat

Mengerjakan shalat lima waktu merupakan kewajiban bagi setiap orang mukallaf. Barangsiapa yang sengaja meninggalkannya, berarti ia berdosa besar. Kecuali kalau meninggalkannya tidak sengaja, seperti lupa atau tertidur. Maka ketika ingat, dia wajib segera meng-qadha'-nya. Dalam sebuah hadits disebutkan:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَقَدَ أَحَدُكُمْ عَنْ الصَّلَاةِ أَوْ غَفَلَ عَنْهَا فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا فَإِنَّ اللَّهَ يَقُولُ أَقِمْ الصَّلَاةَ لِذِكْرَى - رواه مسلم

"Diriwayatkan dari Anas ra, ia berkata, "Rasulullah Saw bersabda, "Apabila salah seorang di antara kalian tertidur (sehingga) meninggalkan shalat atau lupa sehingga tidak mengerjakan shalat, maka shalatlah ketika ingat. Karena Allah Swt berfirman, "Tegakkanlah shalat untuk mengingat-Ku." (HR Muslim)


 Dalam hadits lain disebutkan:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ نَسِيَ صَلَاةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا - رواه البخاري

"Dari Anas bin Malik, dari Nabi Saw, beliau bersabda, "Barangsiapa yang lupa (sehingga) meninggalkan shalat, maka hendaklah ia mengerjakan shalat itu manakala ia telah ingat." (HR Bukhari)

Secara eksplisit, dua hadits Nabi Saw ini menjelaskan bahwa yang wajib meng-qadha' shalat hanya orang-orang yang meninggalkan shalat karena tidak sengaja. Misalnya, tertidur atau lupa. Sedangkan orang yang meninggalkan shalat tanpa ada udzur seakan-akan tidak wajib mengganti (qadha').

Tapi sebenarnya maksud hadits tersebut tidak seperti itu. Orang yang sengaja tidak mengerjakan shalat, tidak bebas-lepas tanpa harus mengganti shalat yang ditinggalkannya. Ia tetap berkewajiban meng-qadha' shalat yang sengaja tidak dikerjakannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya:

قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (مَنْ نَسِيَ صَلَاةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا) فِيْهِ وُجُوْبِ قَضَاءِ الْفَرِيْضَةِ الْفَائِتَةِ. سَوَاءٌ تَرَكَهَا بِعُذْرٍ كَنَوْمٍ أَوْ نِسْيَانٍ أَمْ بِغَيْرِ عُذْرٍ. وَإِنَّمَا قَيَّدَ فِي الْحَدِيْثِ بِالنِّسْيَانِ لِخُرُوْجِهِ عَلَى سَبَبٍ. لِأَنَّهُ إِذَا وَجَبَ الْقَضَاءُ عَلَى الْمَعْذُوْرِ فَغَيْرُهُ أَوْلَى بِالْوُجُوْبِ. وَهُوَ مِنْ بَابِ التَّنْبِيْهِ بِاْلأَدْنَى عَلَى اْلأَعْلَى - شرح النووي على مسلم، ج ٥ ص ١٨٣

"Sabda Nabi Saw (Barangsiapa yang lupa melakukan shalat, maka hendaklah mengerjakannya manakala ia ingat). Hadits ini menunjukkan kewajiban meng-qadha' shalat yang ditinggalkan, baik karena ada uzur, misalnya tidur atau lupa, atau tanpa uzur. Hadits ini (sengaja) membatasi dengan kata "nisyan (lupa)" karena ada tujuan dan maksud tertentu. Yakni (untuk memberitahukan) bahwa manakala orang yang meninggalkan shalat karena ada uzur (karena lupa dan tertidur) masih wajib meng-qadha' shalat, maka (apalagi) orang-orang yang meninggalkan shalat tanpa ada alasan yang dibenarkan, tentu mereka lebih wajib meng-qadha' shalat. Masalah (dalam hadits ini) termasuk pada pembahasan "menyebut sesuatu yang lebih rendah, tapi dimaksudkan sebagai peringatan kepada perkara yang lebih tinggi (al-tanbih bi al-adna 'ala al-a'la)." (Syarh al-Nawawi 'ala Muslim, juz 5, hal. 183)

Di sebagian kalangan masih ada anggapan bahwa shalat yang ditinggalkan tanpa uzur tidak wajib menggantinya. Menyikapi hal ini Imam Nawawi menyatakan:

اَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ الَّذِيْنَ يُعْتَدُّ بِهِمْ عَلَى اَنَّ مَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ عَمْدًا لَزِمَهُ قَضَائُهَا وَخَالَفَهُمْ اَبُوْ مُحَمَّدٍ عَلِي بْنُ حَزْمٍ   فَقَالَ: لاَ يَقْدِرُ عَلَى الْقَضَاءِ اَبَدًا، وَلاَ يَصِحُّ فِعْلُهَا اَبَدًا ... الى ان قال ... هَذَا الَّذِيْ قَالَهُ مَعَ اَنَّهُ مُخَالِفٌ لِلْإِجْمَاعِ بَاطِلٌ مِنْ جِهَّةِ الدَّلِيْلِ. وَبسَطَ هُوَ الْكَلاَمَ فِي اْلإِسْتِدْلاَلِ بِهِ، وَلَيْسَ فِيْمَا ذُكِرَ دَلاَلَةٌ اَصْلاً - المجموع شرح المهذب، ج٣ ص٧٦

"Para ulama yang telah diakui integritas keilmuannya sepakat bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, maka wajib meng-qadha' shalatnya. Dalam hal ini Ibn Hazm berbeda pendapat. Ia mengatakan bahwa orang itu tidak mampu (wajib) meng-qadha' selamanya. Dan (kalau meng-qadha' maka) tidak sah shalat yang dilakukannya. ... (seterusnya) ... Inilah pendapat Ibn Hazm. Namun pendapat ini bertentangan dengan ijma', dan tidak dapat diterima dari segi dalil. Ibn Hazm telah membahasnya secara panjang lebar tentang hal ini, namun tidak satupun dari uraiannya yang menunjukkan bukti (yang menguatkan) atas pendapatnya." (Al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab, juz 3, hal. 76)

Di samping itu, shalat itu merupakan kewajiban seorang Muslim kepada Allah Swt. Apabila tidak dilaksanakan, berarti seseorang memiliki kewajiban hutang yang harus dibayarkan kepada Allah Swt. Hutang kepada makhluk saja harus dibayar, apalagi hutang kepada Allah Swt. Dalam sebuah hadits disebutkan:



عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ أَفَأَقْضِيهِ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى - رواه البخاري
  
"Dari Ibn 'Abbas ra beliau berkata, "Suatu hari seorang laki-laki mendatangi Rasulullah Saw. Dia bertanya, "Wahai Rasulullah, ibu saya telah meninggal dunia dan dia mempunyai hutang puasa. Apakah saya boleh menggantinya? Rasulullah Saw menjawab, "Ya, boleh. Sebab hutang kepada Allah lebih berhak untuk dilunasi." (HR Bukhari)

Sedangkan jalan yang harus ditempuh untuk melunasi hutang tersebut adalah dengan meng-qadha' shalat yang ditinggalkan itu. Atas dasar inilah ulama berpendapat bahwa orang yang sengaja meninggalkan shalat, maka dia wajib mengganti (qadha') shalat yang ditinggalkan itu.

Namun demikian, terdapat perbedaan antara orang yang meninggalkan shalat sebab ada uzur dengan orang yang tidak shalat tanpa ada alasan. Dalam kitab Fath al-Mu'in disebutkan:



(وَيُبَادِرُ) مَنْ مَرَّ (بِفَائِتٍ) وُجُوْبًا إِنْ فَاتَ بِلاَ عُذْرٍ فَيَلْزَمُهُ الْقَضَاءُ فَوْرًا، قَالَ شَيْخُنَا أَحْمَدُ بْنُ حَجَرٍ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى وَالَّذِيْ يَظْهَرُ أَنَّهُ يَلْزَمُهُ صَرْفُ جَمِيْعِ زَمَنِهِ لِلْقَضَاءِ مَا عَدَا مَا يَحْتَاجُ لِصَرْفِهِ فِيْمَا لاَ بُدَّ مِنْهُ وَأَنَّهُ يَحْرُمُ عَلَيْهِ التَّطَوُّعُ وَيُبَادِرُ بِهِ نَدْبًا إِنْ فَاتَ بِعُذْرٍ كَنَوْمٍ لَمْ يَتَعَدَّبِهِ وَنِسْيَانٍ كَذَلِكَ - فتح المعين، ص ٤


"Orang Muslim yang mukallaf wajib segera mengganti shalat yang ditinggalkannya, jika dia meninggalkannya tanpa alasan (misalnya disengaja). Maka baginya wajib segera meng-qadha'-nya. Guru kami Ibn Hajar berkata, sudah jelas bahwa wajib bagi dia (yang sengaja meninggalkan shalat) menggunakan seluruh waktunya untuk meng-qadha' shalat, selain waktu yang memang dibuutuhkannya (seperti istirahat dan mencari nafkah). Dan haram padanya melakukan hal-hal yang disunnahkan. Namun bagi orang yang meninggalkan shalat karena ada alasan, misalnya tidur yang tidak melanggar dan terlupa, maka sunnah menyegerakan qadha' (tidak wajib bersegera meng-qadha')." (Fath al-Mu'in, 4)

Dapat kita ketahui betapa shalat lima waktu harus dikerjakan. Dalam kondisi apapun jika ditinggalkan, maka harus diganti, apapun alasannya. Bahkan kalau sengaja ditinggalkan, tanpa alasan yang dibenarkan, ia wajib segera mengganti shalat yang tidak dikerjakan itu, dan tidak dibenarkan mengerjakan perbuatan lainnya, meskipun perbuatan sunnah sebelum meng-qadha' shalat yang ditinggalkan, sebagaimana yang difatwakan oleh Imam Ibn Hajar.    

Wallahu a'lam



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memberi Makan untuk Orang yang Takziyah

Tradisi Ngapati (Ngupati)

Bacaan Basmalah: Antara Jahr dan Sirr